Juli 12, 2025
IMG-20250707-WA0012(1)

Gorontalo, MalutNews.com – Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Gorontalo meluncurkan inovasi unik dan ramah lingkungan untuk mengatasi konflik antara satwa liar dan petani di Kabupaten Gorontalo. Mereka menanam bibit pepaya di sepanjang batas ladang warga dan kawasan hutan untuk menyediakan pakan alami bagi monyet, sehingga satwa tersebut tidak lagi merusak tanaman produktif milik petani.

Inisiatif ini digagas oleh Program Studi Konservasi Hutan UNU Gorontalo, dan dilaksanakan di Dusun Limu, Desa Bihe, Kecamatan Asparaga — wilayah penyangga Taman Hutan Raya (Tahura) BJ Habibie yang terhubung langsung dengan Suaka Margasatwa (SM) Nantu. Kawasan ini selama ini dikenal sebagai titik konflik harian antara petani dan kawanan monyet, terutama saat musim panen jagung.

Menurut Ikraeni Safitri, Kepala Prodi Konservasi Hutan UNU Gorontalo, pepaya dipilih karena buahnya tersedia sepanjang tahun, sehingga menjadi sumber makanan yang stabil bagi satwa liar.

> “Dengan menyediakan pepaya dalam jumlah cukup di batas hutan, kami berharap monyet akan berhenti di situ dan tidak lagi masuk ke ladang warga,” jelas Ikraeni, Minggu (6/7/2025).

 

Berbeda dari solusi konvensional seperti pagar atau pengusiran, mahasiswa memilih pendekatan ekologis dan damai, dengan menyediakan sumber pakan alternatif di luar lahan pertanian.

> “Kami tidak ingin mengusir atau menghalangi, tapi justru mengarahkan satwa liar ke zona yang tidak mengganggu petani,” tambahnya.

 

Program ini juga melibatkan petani lokal, didukung oleh Agraria Institute Gorontalo, serta memperoleh pendanaan dari Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia. Sebelum penanaman dimulai, mahasiswa UNU melakukan dialog dengan masyarakat untuk memastikan bahwa solusi ini mendapat dukungan dan benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan.

Salah satu mahasiswa magang, Yati Ismail, mengaku mendapat banyak pelajaran dari keterlibatannya langsung dalam proyek ini.

> “Kami turun langsung ke lokasi, mengamati perilaku monyet, dan mencari pola terbaik agar upaya ini efektif,” ujar Yati.

 

Jika berhasil, metode ini diyakini tidak hanya akan mengurangi konflik satwa-petani, tapi juga memperkuat keseimbangan ekosistem di kawasan penyangga hutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *