
Halmahera Selatan, MalutNews.com – Warga Halmahera Selatan (Halsel) tengah diramaikan oleh perdebatan sengit seputar kehadiran PT Pahala, sebuah perusahaan yang diduga beroperasi tanpa legal standing yang transparan. Meski telah aktif selama hampir 2-3 tahun, perusahaan ini kini menjadi sasaran kritik tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KANe Maluku Utara (Malut), yang menuntut penghentian sementara kegiatan hingga bukti izin resmi ditunjukkan. Isu ini mencuat di tengah kekhawatiran masyarakat lokal akan dampak lingkungan dan ekonomi, serta potensi pelanggaran hukum yang bisa merugikan daerah.
Menurut pernyataan resmi LSM KANe Malut, PT Pahala diduga masuk ke wilayah Halsel sebagai investor tanpa dasar hukum yang kuat.
“Kami melihat ini sebagai ancaman bagi kedaulatan lokal. Perusahaan seperti ini harus membuktikan komitmennya terhadap aturan, bukan hanya mengejar keuntungan,” ujar LSM KANE.
LSM ini menekankan bahwa operasi ilegal bisa merusak ekosistem laut dan darat di Halsel, yang dikenal kaya akan sumber daya alam seperti perikanan dan pertambangan.
Pernyataan sikap LSM KANe Malut yang dirilis baru-baru ini mencakup empat poin utama yang menjadi sorotan publik:
- Desakan Bukti Legalitas: LSM mendesak PT Pahala untuk segera menunjukkan dokumen legal standing lengkap sebelum melanjutkan operasi. “Tidak ada ruang untuk ambiguitas. Investor harus transparan dari awal,” tegas pernyataan tersebut.
- Peran Pengusaha Lokal: Disebutkan bahwa pengusaha asal Halsel yang terlibat hanya berperan sebagai investor, bukan pembeli lokal. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa keuntungan besar mengalir keluar daerah, meninggalkan warga setempat tanpa manfaat signifikan.
- Penundaan Pemuatan Barang: Jika PT Pahala gagal membuktikan legalitasnya, LSM menuntut agar hasil produksi yang telah ditampung tidak boleh dimuat atau diekspor hingga perusahaan menyerahkan dokumen resmi kepada pemerintah daerah. “Ini untuk melindungi aset publik dari eksploitasi ilegal,” tambah pernyataan itu.
Ajakan Hearing Terbuka: LSM juga mendesak adanya hearing bersama antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat untuk mengungkap fakta secara terbuka.
“Kita butuh dialog yang adil, bukan operasi diam-diam yang merugikan rakyat,” pungkasnya.
Kontroversi ini bukan yang pertama di Halmahera Selatan. Daerah ini sering menjadi pusat perhatian karena maraknya investasi asing di sektor sumber daya alam, yang kerap diwarnai isu lingkungan dan hak masyarakat adat. Beberapa warga yang diwawancarai mengaku khawatir bahwa kehadiran PT Pahala bisa mengganggu mata pencaharian nelayan lokal, terutama jika operasi melibatkan eksplorasi laut tanpa izin yang jelas.
Pihak PT Pahala sendiri belum memberikan respons resmi hingga berita ini diturunkan. Namun, sumber internal perusahaan mengindikasikan bahwa mereka sedang menyiapkan klarifikasi. Sementara itu, Pemerintah Daerah Halmahera Selatan menyatakan akan menyelidiki klaim tersebut.
“Kami berkomitmen menegakkan hukum. Jika ada pelanggaran, kami akan bertindak tegas,” kata seorang pejabat setempat.
Isu ini diharapkan menjadi pelajaran bagi investor lain di Maluku Utara, di mana transparansi menjadi kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat. Warga Halsel kini menunggu langkah konkret dari semua pihak, agar perbincangan ini tak hanya berakhir sebagai isu sementara, tapi membawa perubahan nyata untuk kemajuan daerah. Pantauan lebih lanjut akan disampaikan seiring perkembangan kasus.
PENULIS: SUPARMAN