PWI Malut Minta Pemda Selektif Kerjasama Media

WAJIB BERBADAN HUKUM DAN MILIKI KANTOR

MIMBARTERNATE–Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi Maluku Utara (PWI Malut), mengimbau pemerintah daerah (Pemda), baik provinsi, maupun kabupaten dan kota di Maluku Utara, untuk menjalin kerjasama dengan media massa, bidang publikasi informasi secara profesional dan formal.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua PWI Malut, Asri Fabanyo mengatakan, langkah ini dimaksudkan, selain mengarah pada upaya pemberdayaan media massa di Maluku Utara, juga agar anggaran yang dialokasikan masing-masing Pemda untuk kerjasama media massa, bisa tepat sasaran, efektif serta efisien.Namun tetap bersandar pada aturan formal.

Pernyataan Asri Fabanyo ini, merespon berbagai keluhan yang disampaikan berbagai pihak terutama Pemda ke PWI, baik secara lisan maupun tertulis, terkait kerjasama yang dilakukan, antara Pemda atau berbagai pihak dengan media massa.

Begitu juga sebaliknya, antara media massa dan Pemda atau berbagai pihak.
“Berbicara soal kerjasama antara berbagai pihak atau Pemda dan media massa, ini sebenarnya sudah berlangsung lama, khususnya di Maluku Utara. Hanya saja, kerjasama yang dibangun, kalau biasa dalam istilah disebut sebatas “gugur kewajiban” saja. Kemudian masing-masing pihak melayangkan protes secara masif. Masa kita sudah kerjasama, tapi kita dihantam juga. Begitu juga sebaliknya dari media massa. Masa dinas A atau B, hanya kerjasama dengan media yang itu-itu saja, yang lain tidak. Muncul kemudian ada istilah diskriminasi dan seterusnya. Hal-hal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi, jika dilakukan secara profesional,” tutur Asri kepada media ini, Senin (16/05/2021).

Menurut Asri, karena secara kelembagaan, PWI selalu memperoleh keluhan, dan diminta memberikan saran, masukan, dan ain-lain oleh para pihak. Maka sebagai organisasi profesi, dan merupakan salah satu konstituen dewan pers, PWI Maluku Utara akan memberikan pandangan sesuai ketentuan yang berlaku dalam undang-undang, terutama undang-undang pers.
“Jadi kita di PWI, karena sebagai konstituen di dewan pers, maka seluruh ketentuan perundang-undangan yang bertalian dengan pers atau media massa, begitu juga wartawannya, serta aturan turunan yang diproduk dewan pers, kami berkewajiban menyampaikan, sekaligus mengedukasi kepada seluruh pihak yang mungkin saja menjalin kerjasama dengan media massa. Sehingga kerjasama yang dibangun, benar-benar profesional melalui ketentuan formal. Formal yang kami maksud adalah, Pemda atau pihak-pihak yang hendak menjalin kerjasama dengan media massa, membuat aturan formal sesuai ketentuan. Baik yang berlaku di masing-masing institusi, maupun ketentuan yang ada pada dewan pers,” tegas Asri.

Asri mencontohkan, Pemda atau pihak lain mempunyai hak untuk mencantumkan poin-poin kerjasama dengan media massa, berupa media yang diajak kerjasama itu harus memenuhi ketentuan sudah berbadan hukum pers misalnya (PT atau Yayasan).

Kemudian pimpinan redaksinya sudah harus bersertifikat kompeten utama. Oplah terbit bagi media cetak, minimal tingkat sebarannya di lebih dari setengah kabupaten dan kota se-Provinsi Maluku Utara.

Kemudian untuk media online, juga demikian, minimal memiliki 500 klik (viewers) per berita. Mencantumkan box redaksi atau pengelola media di koran atau media onlinenya. Sudah terferivikasi di dewan pers, baik administrasi maupun faktual, begitu juga alamat kantor medianya, dan lain-lain.
“Contoh-contoh di atas ini adalah hak para pihak yang ingin menjalin kerjasama dengan media massa, merujuk ketentuan dewan pers juga perundang-undangan yang berlaku.

Sehingga kerjasamanya profesional dan formal. Karena muaranya adalah efektif, efisien serta saling menguntungkan”, tandas Asri.

Hal senada juga diutarakan Plt. Sekretaris PWI Malut, Adnan Ways. Menurut Adnan, media massa atau pers, merupakan salah satu pilar demokrasi di Indonesia. Yang di dalamnya, terhimpun sumber daya manusia (SDM) bidang kewartawanan, yang jumlahnya juga cukup banyak.

Dan PWI sebagai organisasi profesi bidang kewartawanan, yang personnya bekerja di masing-masing perusahaan pers (media) di Maluku Utara pun, diamanahkan undang-undang pers untuk ambil bagian memajukan daerah di bidang informasi, agar masyarakat tercerahkan.

Terkait kerjasama, kata Adnan, merupakan hak kedua belah pihak untuk saling menawarkan. “Pers mengajukan tawaran kerjasama ke Pemda atau pihak-pihak lain. Atau sebaliknya, Pemda juga mengajukan permohonan kerjasama dengan media massa. Yang namanya kerjasama kan saling menguntungkan. Pemda diuntungkan, karena informasi programnya tersampaikan ke masyarakat melalui pemberitaan, sekaligus juga fungsi kontrol.

Begitu juga media, diuntungkan karena memperoleh profit dalam bingkai kerjasama. Dan kedua belah pihak juga punya hak untuk mengakomodir (menerima) atau menolak. Itu adalah hak masing-masing. Tergantung diktum atau poin-poin yang tertuang dalam perjanjian kerjasama dimaksud, tanpa mengabaikan ketentuan formal terkait regulasi di masing-masing institusi (Pemda dan Pers),” ucap Adnan.

Adnan juga memaparkan, terlepas dari kerjasama yang dibangun, namun tidak boleh mengesampingkan fungsi kontrol. Media massa tetap menjalankan fungsi kontrol, namun balanching (perimbangan) berita atau konfirmasi itu penting.
“Konfirmasi itu hukumnya “wajib” dalam ketentuan dunia pers. Indepht report, kemudian akurasi data, serta sumber-sumber representatif menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah produk jurnalistik. Sehingga tidak menimbulkan fitnah atau berita bohong. Karena itu sangat berbahaya, baik pihak yang diberitakan, maupun yang bikin berita,” tegas Adnan.
Adnan menambahkan terkait

pemberdayaan media massa di Maluku Utara, masing-masing Pemda juga punya peran penting, dan harus memberdayakan media sebaik mungkin, khususnya media massa yang berkantor pusat di Maluku Utara.
“Media massa ini kan industri dari sisi perusahaan persnya. Nah, peran pers itu, bisa berfungsi atau beroperasi menjalankan fungsi-fungsi kontrolnya, berada di bawah perusahaan pers. Nah, perusahaan pers ini yang harus diberdayakan atau dibantu untuk bisa berkembang. Namun tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan formal berupa regulasi yang melingkupinya. Baik aturan formal dari Pemda merujuk undang-undang karena terkait keuangan. Begitu juga dari pers dan perusahaan pers merujuk undang-undang pers. Yang aturan turunannya telah disusun dewan pers. Sehingga benar-benar profesional dan formal,” tandas Adnan.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button