Pawai Obor Meramaikan Malam Lailaturqadar di Kepulauan Tidore

 

TIDORE- Pawai obor atau pelita di malam Lailatul Qadar sudah menjadi tradisi masyarakat Kota Tidore Kepulauan dalam menyambut malam ke 27 Bulan Suci Ramadhan dan pada Ramadhan 1438 Hijriyah dan baru pertama di gelar Festival Ela- Ela Kamis, (22/6).

Camat Tidore Hakim Adjam, pawai obor merupakan kegiatan perdana di Kota Tidore Kepulauan, sehingga kedepan menjadi kegiatan untuk menyiarkan siar Islam di Tanah Kesultanan, dan ini bisa menjadi kegiatan besar dan bernilai ibadah.

Sultan Tidore Husain Sjah, berharap kepada masyarakat agar lebih mengenal islam terutama kepada anak usia dini, sehingga dalam kedepan generasi muda dan anak- anak yang ada di jajirah Kesultanan Tidore lebih mengenal Islam.

Lanjut dia, dengan menghidupkan malam Lailatulqadar merupakan bagian penting dalam proses mengenal Islam secara kaffah, karena dengan mengajarkan dan mengenalkan makna Lailatulqadar generasi muda bisa memaknai secara baik.

“Semoga dengan menyiarkan api Islam lewat obor yang di bakar dan dengan lantunan Lailahaillahu di sepanjang malam ini, sehingga kepada seluruh umat muslim dapat mendapat safa’at malam Lailatulqadar,” ucapnya.

Kata Sultan, dengan mengenalkan makna dan syiar malam Lailatulqadar kepada generasi muda yang merupakan sebagai tonggak generasi dan pelangsung Islam kedepan yang lebih maju dan tetap bertahan dalam panggung pentas dunia.

Sultan berharap agar kegiatan pawai obor malam Lailatulqadar ini bisa bisa tetap di syaiarkan tiap tahunnya di malam ke 27 bulan Ramadhan bisa di terima oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini Wali Kota Ali Ibrahim dan Wakil Wali Kota Muhammad Sinen untuk menjadikan kegiatan ini sebagai bagian dalam menyiarkan Islam di Tidore.

“Pawai Obor Lailatulqadar mengambil start dari Kadaton Kesultanan Tidore yang di lepas langsung Sultan Tidore Husain Sjah, dan mengambil rute dari Kadaton Kesultanan Tidore menuju tanjung Soasio, setelah itu menuju ke Mesjid Kolano dan dilakukan pembacaan doa selamat dari Imam Mesjid Kolano, dan dilanjutkan dengan rute menuju jalan Patra Alam sebagai batas limau Soasio dan kembali ke Masjid Kolano untuk di terima dan di bubarkan oleh Lurah Soasio Muhammad Alauddin,” terang Husain.(DIKUTIP DARI NUSANTARATIMUR.COM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button